Assalamu’allaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menghalalkan segala yang baik bagi hamba-hambanya. Serta mengharamkan segala yang buruk.
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah mensyariatkan agama untuk memelihara
hamba-hambanya dari segala perkara yang mendatangkan kemudharatan bagi
umat manusia, akal dan lingkungan tempat tinggal.
Menjaga mereka dari
kesengsaraan dan kebinasaan di dunia fana, serta dari kerugian dan
penyesalan di akhirat kelak. Dia-lah Allah SWT telah membuka pintu
taubat bagi hamba-hamba yang melanggar batas Illahi. Agar mereka dapat
meraih kembali ketenangan jiwa dan memulai hidup istiqomah di atas jalan
yang lurus.
Shalawat dan salam kita panjatkan kepada Rasulullah
SAW yang diutus sebagai rahmat bagi seantero alam dan sebagai hujjah
atas sekalian manusia.
Tidak diragukan lagi bahwa seluruh jenis
narkoba termasuk kategori barang haram yang dapat menggiring pemakainya
melakukan tindak kriminal. Ia tergolong sumber segala kejahatan dan
menimbulkan berbagai kerusakan. Hampir dapat dipastikan bila barang
haram ini menyebar ditengah-tengah masyarakat, akan menenggelamkan
mereka ke dalam kebejatan syahwat dan kebiadaban moral. Yang akan
disusul dengan munculnya berbagai bencana seperti : wabah-wabah menular
dan virus-virus mematikan seperti HIV / AIDS.
Jelas sekali, bahwa
fenomena pemakaian narkoba merupakan bahaya yang mengancam seantero
penduduk planet bumi. Tidak hanya mengancam satu Negara atau satu daerah
saja. bencana yang ditimbulkan dapat menimpa setiap pribadi dan dapat
melanda tiap-tiap negeri.
Pada saat ini, hampir setiap masyarakat
di Indonesia menghadapi masalah yang sama, yaitu meluasnya penyebaran
narkoba. Sehingga situasi keamanan dalam negeri kadang kala tergoncang,
keselamatan generasi muda kita terancam, bahkan secara langsung telah
menyebabkan terjadinya berbagai kasus kriminal.
Waspadalah!
Narkoba telah menjadi ranjau-ranjau maut yang mengancam masa depan. Yang
telah merobohkan pilar-pilar kehidupan dan menebar kerusakan serta
penyimpangan-penyimpangan perilaku. Ingatlah! maut dan kebinasaan siap
menyergap melalui pil-pil setan dan jarum-jarum Neraka itu, racun yang
mematikan dalam beribu bentuk dan rasa.
Satu sisi yang mesti
diperhatikan dalam penanggulangan masalah Narkoba ini adalah bimbingan
dan nasehat agama yang kontinyu. Jauhnya para pemuda-pemudi dari
bimbingan agama adalah salah satu factor penyebab terjerumusnya mereka
dalam pergaulan bebas yang berlanjut dengan penyalah gunaan obat
terlarang, mabuk-mabukan, tawuran masal dan bahkan bisa berlanjut dengan
tindakan kriminal.
Pembinaan dari lingkungan yang terkecil dan
terdekat yaitu keluarga sangat berarti dalam membentuk pribadi seorang
anak. Disamping peran serta lingkungan setempat dan lembaga-lembaga
pendidikan yang ada.
Seorang Bapak dan Ibu wajib memasukkan
sentuhan-sentuhan rohani dan imani kepada anak-anaknya. Jangan
membiarkan anak menjadi korban, kemudian setelah itu baru mencari jalan
penyembuhannya.
Bagaimanapun tindakan preventif lebih baik dari pada pengobatan.
Pengetahuan
tentang seluk beluk Narkoba juga harus diberikan secara bertahap sesuai
dengan perkembangan anak, sehingga mereka dapat mengetahui bahaya
penyalah gunaannya.
Melihat fenomena yang sangat berbahaya ini
dan TERAMAT NEGATIF serta dapat menghancurkan seluruh sisi kehidupan,
saya berhasrat untuk menebar bias-bias informasi masalah ini. Sebagai
salah satu peran serta kami dalam menunaikan KEWAJIBAN BESAR yang
merupakan bagian dari amanah dan ajaran agama. Dan sebagai nasihat bagi
saudara-saudara kami kaum muslimin.
Seorang yang bijaksana adalah
yang dapat mengambil pelajaran dari pengalaman orang lain. Adapun orang
yang merugi adalah yang selalu menuruti hawa nafsu dan ia menjadi
pelajaran bagi orang lain.
Akhirul kalam, kami berharap semoga
penyampaian yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kaum muslimin di
Indonesia, khususnya para generasi muda.
Hanya kepada Allah SWT sajalah saya memohon taufik dan keistiqomahan.
Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
H. Adang Miarsa
Pusat Pelayanan Terapi Dan Rehabilitasi Narkoba Dan HIV/AIDS Melalui Metode Agama
Senin, 03 Agustus 2015
Minggu, 02 Agustus 2015
Ujian
“Dan sungguh akan Kami berikan ujian kepadamu dengan sedikit
kegelisahan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berilah khabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al Baqarah
[2]:155)
Seorang teman bertanya, “Allah telah menetapkan ujian kelaparan kepada manusia, kenapa harus ada ujian kekurangan buah-buahan?”
Hamba itu berusaha untuk menjelaskan sebuah ayat yang begitu agung mengenai ‘ujian’ bagi seorang hamba Allah di muka bumi ini. Sebuah ayat yang begitu gamblang dan sangat rinci.
Jika kita melihat ayat Allah diatas dengan seksama, ujian itu ada lima.
Yang pertama adalah kegelisahan (ketakutan). Kegelisahan selalu identik dengan sebuah peristiwa yang belum menghampiri kita. Sebuah peristiwa yang ada di depan yang selalu kita harap-harap cemas dalam menunggu kedatangannya atau menantikan seperti apa wujud kejadiannya. Sesuatu yang sebenarnya diluar nalar dan pemahaman kita karena belum terjadi.
Yang kedua adalah kelaparan. Dalam hal ini kekurangan bahan makanan yang menjadi penyebabnya. Bisa jadi kita mampu mengadakannya dengan harta yang kita miliki tapi bahan makanan itu tidak tersedia.
Yang ketiga adalah kekurangan harta. Dalam hal ini tidak tercukupinya kebutuhan hidup sehari-hari karena kita tidak memiliki penghasilan ataupun.
Yang keempat adalah kekurangan/kehilangan jiwa. Bisa jadi penyakit yang kita derita ataupun kehilangan orang yang kita sayangi.
Yang kelima adalah kekurangan buah-buahan. Buah-buahan disini dapat berarti sebuah tanaman yang kita semai bibitnya, kita tanam, kita pelihara setiap hari dengan menyiramnya dan memberinya pupuk. Tapi tanaman itu tidak berbuah seperti apa yang kita harapkan ataupun tidak berbuah sama sekali. Sebuah perumpamaan bagi sebuah cita-cita yang selama ini kita usahakan untuk mencapainya tapi pada akhirnya cita-cita itu harus pupus. Demikian juga anak-anak yang kita didik dan besarkan dengan susah payah. Berharap suatu saat kelak mereka menjadi seperti apa yang kita harapkan ternyata hal itu tidak menjadi kenyataan.
Allah memilih kata-kata 'Kami' dan bukan 'Aku' dalam ayat-Nya yang agung diatas karena Allah ingin memberi informasi kepada hamba-hamba-Nya, adanya keterlibatan makhluk-makhluk-Nya dalam setiap ujian yang Dia tetapkan dan bukanlah semua itu murni hasil kekuasaan-Nya. Dalam hidup ini kita banyak berhubungan dengan manusia lain. Bukankah kegelisahan, kesedihan, kekurangan harta dapat disebabkan orang-orang disekitar kita juga? Demikian juga peran malaikat tidak dapat diabaikan dalam sebuah ujian Allah. Karena para malaikatlah yang berperan dalam menghijaukan ataupun mengeringkan bumi ini dengan air hujan yang turun. Demikian juga segala bencana yang datang menghampiri adalah perintah Allah kepada para malaikat-Nya.
Begitu Maha Adil dan Maha Halus Allah ‘Azza wa Jalla. Walaupun ia Maha Berkuasa dan Maha Berkehendak, ketika sebuah peristiwa yang terjadi melibatkan para makhluk-Nya ia memilih kata ‘Kami’ daripada ‘Aku’.
Demikian juga dengan kata ‘sedikit’ pada ayat diatas. Kita harus menyadari bahwa setiap ujian yang Allah berikan itu hanya sedikit dan kita sangat mungkin untuk menyelesaikannya. Kemampuan yang kita miliki untuk menyelesaikannya jauh melampaui apa yang diujikan kepada kita.
Wallahu 'Alam Bissawab
Seorang teman bertanya, “Allah telah menetapkan ujian kelaparan kepada manusia, kenapa harus ada ujian kekurangan buah-buahan?”
Hamba itu berusaha untuk menjelaskan sebuah ayat yang begitu agung mengenai ‘ujian’ bagi seorang hamba Allah di muka bumi ini. Sebuah ayat yang begitu gamblang dan sangat rinci.
Jika kita melihat ayat Allah diatas dengan seksama, ujian itu ada lima.
Yang pertama adalah kegelisahan (ketakutan). Kegelisahan selalu identik dengan sebuah peristiwa yang belum menghampiri kita. Sebuah peristiwa yang ada di depan yang selalu kita harap-harap cemas dalam menunggu kedatangannya atau menantikan seperti apa wujud kejadiannya. Sesuatu yang sebenarnya diluar nalar dan pemahaman kita karena belum terjadi.
Yang kedua adalah kelaparan. Dalam hal ini kekurangan bahan makanan yang menjadi penyebabnya. Bisa jadi kita mampu mengadakannya dengan harta yang kita miliki tapi bahan makanan itu tidak tersedia.
Yang ketiga adalah kekurangan harta. Dalam hal ini tidak tercukupinya kebutuhan hidup sehari-hari karena kita tidak memiliki penghasilan ataupun.
Yang keempat adalah kekurangan/kehilangan jiwa. Bisa jadi penyakit yang kita derita ataupun kehilangan orang yang kita sayangi.
Yang kelima adalah kekurangan buah-buahan. Buah-buahan disini dapat berarti sebuah tanaman yang kita semai bibitnya, kita tanam, kita pelihara setiap hari dengan menyiramnya dan memberinya pupuk. Tapi tanaman itu tidak berbuah seperti apa yang kita harapkan ataupun tidak berbuah sama sekali. Sebuah perumpamaan bagi sebuah cita-cita yang selama ini kita usahakan untuk mencapainya tapi pada akhirnya cita-cita itu harus pupus. Demikian juga anak-anak yang kita didik dan besarkan dengan susah payah. Berharap suatu saat kelak mereka menjadi seperti apa yang kita harapkan ternyata hal itu tidak menjadi kenyataan.
Allah memilih kata-kata 'Kami' dan bukan 'Aku' dalam ayat-Nya yang agung diatas karena Allah ingin memberi informasi kepada hamba-hamba-Nya, adanya keterlibatan makhluk-makhluk-Nya dalam setiap ujian yang Dia tetapkan dan bukanlah semua itu murni hasil kekuasaan-Nya. Dalam hidup ini kita banyak berhubungan dengan manusia lain. Bukankah kegelisahan, kesedihan, kekurangan harta dapat disebabkan orang-orang disekitar kita juga? Demikian juga peran malaikat tidak dapat diabaikan dalam sebuah ujian Allah. Karena para malaikatlah yang berperan dalam menghijaukan ataupun mengeringkan bumi ini dengan air hujan yang turun. Demikian juga segala bencana yang datang menghampiri adalah perintah Allah kepada para malaikat-Nya.
Begitu Maha Adil dan Maha Halus Allah ‘Azza wa Jalla. Walaupun ia Maha Berkuasa dan Maha Berkehendak, ketika sebuah peristiwa yang terjadi melibatkan para makhluk-Nya ia memilih kata ‘Kami’ daripada ‘Aku’.
Demikian juga dengan kata ‘sedikit’ pada ayat diatas. Kita harus menyadari bahwa setiap ujian yang Allah berikan itu hanya sedikit dan kita sangat mungkin untuk menyelesaikannya. Kemampuan yang kita miliki untuk menyelesaikannya jauh melampaui apa yang diujikan kepada kita.
Wallahu 'Alam Bissawab
Allah Maha Kuasa
Suatu saat, seorang ahli hikmah, Ibrahim bin Adham didatangi oleh orang
yang mengaku ahli maksiat. Ia mengutarakan niatnya untuk keluar dari
kubangan dunia hitam.
Ibrahim bin Adham memberikan nasihatnya, seraya berkata, "Jika ingin menerima lima syarat dan mampu melaksanakannya, maka tak mengapa kamu meneruskan kesukaanmu berbuat maksiat."
Mendengar perkataan Ibrahim, ahli maksiat dengan penasaran bertanya, "Ya Abu Ishaq (panggilan Ibrahim bin Adham), apa syarat-syaratnya?"
Ibrahim bin Adham berkata, "Pertama, jika ingin melakukan maksiat kepada Allah, janganlah kamu memakan rizki-Nya."
"Lalu aku harus makan dari mana? Bukankah semua yang ada di bumi ini rizki Allah?" kata sang ahli maksiat keheranan.
Ibrahim bin Adham berkata lagi, "Ya, kalau sudah menyadarinya, masih pantaskah kamu memakan rizki-Nya, sedangkan kamu melanggar perintah-perintah-Nya."
"Kemudian syarat yang kedua, kalau ingin bermaksiat kepada-Nya, maka janganlah kamu tinggal di bumi-Nya. "
Ya Abu Ishaq, kalau demikian, aku akan tinggal di mana? Bukankah semua bumi dan isinya ini kepunyaan Allah?" kata lelaki itu.
"Ya Abdullah, renungkanlah olehmu, apakah masih pantas memakan rizki-Nya, sedangkan kamu masih hendak melanggar perintah-Nya?" kata Ibrahim.
"Ya benar, " kata lelaki itu tertunduk malu.
Ibrahim bin Adham kembali berkata, "Syarat ketiga, kalau ingin juga bermaksiat, mau makan rizki-Nya, mau tinggal di bumi-Nya, maka carilah suatu tempat yang tersembunyi dan tidak dapat dilihat-Nya."
"Ya Abu Ishaq, mana mungkin Allah tidak melihat kita?" ujarnya.
Sang ahli maksiat itu pun terdiam merenungkan petuah-petuah Ibrahim. Lalu ia kembali bertanya, "Ya Abu Ishaq, kini apa lagi syarat yang ke empat?"
"Kalau malaikat maut datang hendak mencabut ruhmu, katakanlah, "Undurkanlah kematianku. Aku ingin bertaubat dan melakukan amal sholeh." kata Ibrahim.
"Ya Abu Ishaq, mana mungkin malaikat maut mau mengabulkan permintaanku itu." jawab lelaki itu.
"Baiklah ya Abu Ishaq, sekarang sebutkan apa syarat yang ke lima?" tanyanya lagi.
"Kalau malaikat Zabaniyah hendak membawamu ke neraka di hari kiamat, janganlah engkau mau ikut bersamanya."
"Ya Abu Ishaq, jelas saja mereka (malaikat Zabaniyah) tidak akan mungkin membiarkan aku menolak kehendak-Nya." ujar lelaki itu.
"Kalau demikian, jalan apa lagi yang dapat menyelamatkanmu ya Abdullah?" tanya Ibrahim bin Adham.
"Ya abu Ishaq, cukuplah! Cukup! Jangan engkau teruskan lagi, mulai detik ini aku mau beristighfar dan mohon ampun kepada Allah. Aku benar-benar ingin bertaubat." ujar lelaki itu sambil menangis.
Tidak sedetikpun Allah lengah apalagi tidur, senantiasa memperhatikan setiap perilaku hamba-hambanya, sebutir atom kebaikan ditempat yang amat sangat tersembunyi pasti akan terbalas dengan berlipat-lipat, sebutir atom maksiat dan dosa yang kita lakukan di tempat yang tidak satu mata manusiapun melihat juga pasti akan terbalas sepadan dengan perbuatan itu, berbahagialah kita yang senantiasa sadar akan pengawasan Sang Maha Melihat dan Maha Meliputi segala Makhluk.
Ibrahim bin Adham memberikan nasihatnya, seraya berkata, "Jika ingin menerima lima syarat dan mampu melaksanakannya, maka tak mengapa kamu meneruskan kesukaanmu berbuat maksiat."
Mendengar perkataan Ibrahim, ahli maksiat dengan penasaran bertanya, "Ya Abu Ishaq (panggilan Ibrahim bin Adham), apa syarat-syaratnya?"
Ibrahim bin Adham berkata, "Pertama, jika ingin melakukan maksiat kepada Allah, janganlah kamu memakan rizki-Nya."
"Lalu aku harus makan dari mana? Bukankah semua yang ada di bumi ini rizki Allah?" kata sang ahli maksiat keheranan.
Ibrahim bin Adham berkata lagi, "Ya, kalau sudah menyadarinya, masih pantaskah kamu memakan rizki-Nya, sedangkan kamu melanggar perintah-perintah-Nya."
"Kemudian syarat yang kedua, kalau ingin bermaksiat kepada-Nya, maka janganlah kamu tinggal di bumi-Nya. "
Ya Abu Ishaq, kalau demikian, aku akan tinggal di mana? Bukankah semua bumi dan isinya ini kepunyaan Allah?" kata lelaki itu.
"Ya Abdullah, renungkanlah olehmu, apakah masih pantas memakan rizki-Nya, sedangkan kamu masih hendak melanggar perintah-Nya?" kata Ibrahim.
"Ya benar, " kata lelaki itu tertunduk malu.
Ibrahim bin Adham kembali berkata, "Syarat ketiga, kalau ingin juga bermaksiat, mau makan rizki-Nya, mau tinggal di bumi-Nya, maka carilah suatu tempat yang tersembunyi dan tidak dapat dilihat-Nya."
"Ya Abu Ishaq, mana mungkin Allah tidak melihat kita?" ujarnya.
Sang ahli maksiat itu pun terdiam merenungkan petuah-petuah Ibrahim. Lalu ia kembali bertanya, "Ya Abu Ishaq, kini apa lagi syarat yang ke empat?"
"Kalau malaikat maut datang hendak mencabut ruhmu, katakanlah, "Undurkanlah kematianku. Aku ingin bertaubat dan melakukan amal sholeh." kata Ibrahim.
"Ya Abu Ishaq, mana mungkin malaikat maut mau mengabulkan permintaanku itu." jawab lelaki itu.
"Baiklah ya Abu Ishaq, sekarang sebutkan apa syarat yang ke lima?" tanyanya lagi.
"Kalau malaikat Zabaniyah hendak membawamu ke neraka di hari kiamat, janganlah engkau mau ikut bersamanya."
"Ya Abu Ishaq, jelas saja mereka (malaikat Zabaniyah) tidak akan mungkin membiarkan aku menolak kehendak-Nya." ujar lelaki itu.
"Kalau demikian, jalan apa lagi yang dapat menyelamatkanmu ya Abdullah?" tanya Ibrahim bin Adham.
"Ya abu Ishaq, cukuplah! Cukup! Jangan engkau teruskan lagi, mulai detik ini aku mau beristighfar dan mohon ampun kepada Allah. Aku benar-benar ingin bertaubat." ujar lelaki itu sambil menangis.
Tidak sedetikpun Allah lengah apalagi tidur, senantiasa memperhatikan setiap perilaku hamba-hambanya, sebutir atom kebaikan ditempat yang amat sangat tersembunyi pasti akan terbalas dengan berlipat-lipat, sebutir atom maksiat dan dosa yang kita lakukan di tempat yang tidak satu mata manusiapun melihat juga pasti akan terbalas sepadan dengan perbuatan itu, berbahagialah kita yang senantiasa sadar akan pengawasan Sang Maha Melihat dan Maha Meliputi segala Makhluk.
Langganan:
Postingan (Atom)